Senin, 24 Agustus 2015

Khawatir

Jalan-jalan ke taman Bogor, 2014 (foto : AB Sofyan)

Mungkin khawatirku tidak akan pernah menemui batas. Karena ia lahir dari ketulusan. Namun kata mungkin, bukan berarti ada kemungkinan khawatirku sesat tanpa arah.

Kusebut kamu yang tak pernah luput dari perhatianku. Entah memakan waktu berapa lama untuk mengurangi khawatir yang berlebih ini. Bahkan ketika kuputuskan untuk benar-benar meninggalkanmu, khawatir itu terus menguntitku, dimanapun. Ini bukan karena perasaan, tapi ini karena sesuatu yang tak terdefenisi. 


Maaf, jika khawatir ini mengusikmu. Tak ada maksud. Hanya khawatir itu menguasai diriku. Maaf, jika pertanyaaan 'dimana' memenuhi peti masukmu. Itu karena khawatir yang terus memepertanyakanmu. Maaf, jika khwatirku berlebih. Itu karena khawatirku lahir dari ketidaktahuan yang kusebut itu ketulusan.
           
                                                                               ***

Aku tidak tahu seperti apa bahagia itu. Yang kutahu, bibirku tersenyum saat pesan singkat masuk di handphoneku, dan itu kamu. Ada rasa yang entah bercampur dengan apa. Komposisi dari semua perasaan menjatuhkanku pada titik kegilaaan. Sekalipun, pesan singkat itu hanya bertulisakan dua huruf dengan tanda titik di ujungnya. (YA). Biarlah, kataku.

Bahkan hingga detik ini pun, aku tidak paham dengan ini. Mencoba berulang kali menerima kenyataaan, bahwa kamu dan aku adalah bukan kita. Atau mungkin, tidak akan pernah akan menjadi kita. Namun, kembali aku tidak akan pernah paham. Sekalipun kenyataan benar-benar menampakkan wujudnya di hadapanku.

Telinga ini pun berulang kali mendengar kata "move on", tapi kata itu sulit menemukan ruang di otak. Hanya menelisik di antara saraf-saraf ingatanku. Aku kembali mengingatmu.

0 komentar :

Posting Komentar