Senin, 01 Februari 2016
Posted by
Unknown
with
2
comments
Bagaimana mungkin rasa itu ada dan tumbuh begitu sempurna. Bahkan sebuah pertemuan pun belum tertakdir untuk kita. Apa ini hanya perasaanku sepihak. Dimana aku dan perasaanku saja yang tengah jatuh cinta. Mungkin demikian. Atau mungkin ini hanya rasa sesaat, seperti daun jatuh tertiup angin. Ia jatuh dari ketinggian, namun apa yang disekitarnya seolah tak sadar atau benar-benar sadar namun tidak menganggap jatuhnya daun adalah sebuah kesakitan. Daun jatuh, sebab angin, dan biasa saja. Kurasa demikian.
Tapi, sekali lagi aku bertanya pada diri ini tentang rasa itu. “Apa ia benar dan sungguh ?” Diri ini menjawab, “Bahwa rasa itu adalah sebuah kesungguhan yang lahir entah dari mana. Ia tumbuh sempurna begitu saja. Diri ini percaya, ada atau tidaknya sebuah pertemuan rasa itu dengan sungguh akan tumbuh dengan sempurna. Bahkan jika sang pemicu rasa tidak merasakan hal yang sama.”
Aku bertanya lagi pada diri ini. “Lalu bagaimana kau menempatkan rasamu?” Ia menjawab,”Bagaimana ia tumbuh, begitu pula aku menempatkannya. Aku menempatkannya pada posisi kesempurnaan. Dimana rasa akan tetap ada tanpa alasan. Mungkin seperti itu. Tapi bagiku, inilah yang kusebut kesungguhan rasa. Ada tanpa alasan. Sebagaimana kau tersenyum saat melihatnya. Senyuman tanpa beban, tanpa alasan.
Makassar, Room, 29 Januari 2016
Posted in
Words
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Kereen dian yuuka....
BalasHapusIni nulisnya pas ngingat dia.
BalasHapus